IMPLIKASI HUKUM BAGI PPAT YANG TIDAK MENDAFTARKAN AKTA PPAT LEBIH DARI 7 (TUJUH) HARI KERJA KE KANTOR PERTANAHAN

Authors

  • Misranto Misranto Magister Kenotariatan Universitas Islam Malang
  • Yuridika Galih Pratama Putra Lembaga Pemberdayaan dan Perlindungan Masyarakat Jawa Timur

DOI:

https://doi.org/10.33474/hukeno.v5i1.10110

Abstract

Penelitian ini membahas mengenaiadanya pendaftaran akta PPAT ke kantor Pertanahan (BPN) yang melebihi dari 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan di kantor PPAT yang di daftarkan ke Kantor Pertanahan (BPN) Kabupaten Ponorogo oleh PPAT tersebut. Sedangkan jelas pada Pasal 40 ayat (1)PP 24/1997 tentang PendaftaranTanah menegaskan bahwa: “selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggalditandatanganinya akta yang bersangkutan, PPAT wajibmenyampaikan akta yang dibuatnya berikut dokumen-dokumenyang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan (BPN)  Kabupaten/Kota setempat sessuai wilayah kerja PPAT yang bersangkutan untuk didaftar’. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, bahwa terdapat beberapafaktor penghambat dalam penyampaian pendaftaran hak atas tanah oleh PPAT ke Kantor Pertanahan Kabupaten Ponorogo yaitu: 1. Kurangnya penyampaian berkas-berkas yang disampaikan klien kepada PPAT. Seperti: Sertipikat asli; Foto kopi KTP dan KK pihak penjual, apabila tanah tersebut merupakan harta bersama dengan istrinya maka dilampirkan pula foto kopi KTP istri dan foto kopi surat nikah; Foto kopi KTP dan KK pihak pembeli; Foto kopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB) 5 (lima) tahun terakhir dan tahun berjalan/tahun terakhir, belum e-KTP; 2. Adanya suatu situasi yang mengharuskan PPAT terlambat mendaftarkan akta jual belinya dikarenakan ada hal yang harus dilakukan guna untuk menyelamatkan suatu transaksi jual beli. Pembuatan akta jual beli seperti ini terlihat dalam konstruksi transaksi jual beli dimana pajak-pajak terutang yang telah dibayar belum tervalidasi baik pajak pembeli (BPHTB) maupun pajak penjual (SSP PPh Final)  pada saat penandatanganan akta dilakukan. 3. Terdapat rasa saling percaya yang sangat tinggi di antara sesama PPAT dan antara para pihak dengan PPATdan tidak akan terdapat masalah di kemudian hari yang dapat menyulitkan mereka. 4.Faktor waktu dan kesibukan dari PPAT, sehingga menyebabkan PPAT tidak bisa mendaftarkan kewajibannya untuk mendaftarkan aktanya sebelum 7 hari kerja setelah penandatanganan akta PPAT tersebut.Implikasi hukum terkait dengan tindakan PPAT yang tidak melaksanakan kewajiban menyampaikan berkas pendaftaran tanah sebelum 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan ke Kantor Pertanahan Kabupaten Ponorogo adalah dengan cara mengukur sejauh mana ketentuan itu ditaati atau tidak ditaati oleh subyek hukumnya, dalam hal ini adalah PPAT. Terkait dengan hal tersebut, belum adanya hukum yang mengatur dengan tegas tentang sanksi bagi PPAT tersebut dari konsep struktur hukum. Tindakan hukum terhadap pendaftaran tanah yang didaftarkan oleh PPAT ke kantor Pertanahan (BPN) Kabupaten Ponorogo yang melebihi jangka waktu 7 (tujuh) hari, yaitu hanya dikenai teguran lisan dan teguran tertulis yang disampaikan kepada PPAT bersangkutan dan kepada organisasi IPPAT, sedangkan untuk pendaftaran hak atas tanah tetap diproses oleh Kantor Pertanahan.

Kata Kunci: Pendaftaran Tanah, PPAT, Sanksi

 

This research discusses the existence of Land Deed Maker Officer (PPAT) deed registration to the Land Office (BPN) which is more than 7 (seven) working days after the signing at the Land Deed Maker Officer (PPAT) office which is registered with the Ponorogo Regency Land Office (BPN) by the Land Deed Maker Officer (PPAT). Meanwhile, it is clear in Article 40 paragraph (1) PP 24/1997 concerning Land Registration that: "no later than 7 (seven) working days from the signing date of the deed concerned, Land Deed Maker Officer (PPAT) is obliged to submit the deed made along with the relevant documents to the Office. Local Regency / City Land(BPN) in accordance with the Land Deed Maker Officer (PPAT) working area concerned to be registered '. Based on the results of the research conducted, there are several inhibiting factors in submitting registration of land rights by Land Deed Maker Officer (PPAT)to the Ponorogo Regency Land Office, namely: 1. Lack of submission of files submitted by clients to Land Deed Maker Officer (PPAT). Such as: original certificate; A photocopy of the seller's identy card population (KTP) and family card (KK), if the land is joint property with his wife, then a copy of the wife's identy card population (KTP) and a copy of the marriage certificate shall also be attached; Photocopy of the buyer's identy card population (KTP) and family card (KK); Photocopy of Land and Building Tax Payable Tax Return (SPPT PBB) for the last 5 (five) years and current / last year, not yet electronic identy card population (e-KTP); 2. There is a situation that requires Land Deed Maker Officer (PPAT) to be late in registering its sale and purchase deed because there are things that must be done in order to save a sale and purchase transaction. The making of a sale and purchase deed like this can be seen in the construction of a sale and purchase transaction where the payable taxes that have been paid have not been validated, either the buyer tax (BPHTB) or the seller tax (SSP PPh Final) at the time the deed is signed. 3. There is a very high sense of mutual trust between Land Deed Maker Officer (PPAT) and between the parties and Land Deed Maker Officer (PPAT) and there will be no problems in the future that could make it difficult for them. 4. The time factor and the busyness of the Land Deed Maker Officer (PPAT), thus causing Land Deed Maker Officer (PPAT) to be unable to register its obligation to register its deed before 7 working days after signing the Land Deed Maker Officer (PPAT) deed. The legal implication related to Land Deed Maker Officer (PPAT) friends action that does not carry out the obligation to submit land registration documents before 7 (seven) working days after signing to the Ponorogo Regency Land Office is by measuring the extent to which the provisions are adhered to or not obeyed by its legal subjects, in this case Land Deed Maker Officer (PPAT). In this regard, there is no law that clearly regulates the sanctions for Land Deed Maker Officer (PPAT) from the concept of a legal structure. Legal action against land registration registered by Land Deed Maker Officer (PPAT) at the Ponorogo Regency Land Office (BPN) which exceeds a period of 7 (seven) days is only subject to verbal and written warnings submitted to the relevant Land Deed Maker Officer (PPAT) and to the Land Deed Maker Officer Unity (IPPAT) organization, while registration of rights to land is still being processed by the Land Office.

Keywords: Land Registration, Land Deed Maker Officer (PPAT), Sanctions

References

Buku

Achmad Ali, Menguak Teori Hukum ( Legal Theory ) dan Teori Peradilan(Judicialprudence) Termasuk Interprestasi Undang Undang(Legisprudence), Jakarta :Prenada Media Group, 2009

Adrian Sutedi, Perihal Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya, Jakarta :Sinar Grafika, 2009.

Boedi Harsono, Hukum Agraria, Indonesia, Jakarta : Djambatan, 2008.

Daryanto,S.S, Kamaus Bahasa Indonesia Lengkap, Surabaya : Apollo, 1997

Jimly Asshiddiqie, Komentar Atas Udang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Jakarta: Sinar Grafika, 2009

Lumban Tobing G.H.S, Ilmu Perundang-undangan, Jenis, Fungsi, danMateri Muatannya, Yogyakarta: Kanisius, 2007

Mhd Yamin Indrati dan Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Medan:Mandar Maju, 2008

Muhammad Bakri, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara ( paradigm baru untuk reformasi agrarian), Yogyakarta, Citra Media Hukum, 2007

Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata NegaraIndonesia, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas HukumUniversitas Indonesia, 1996

Suko Wiyono, Otonomi Daerah Dalam Negera Hukum Indonesia, Jakarta:Faza Media, 2006

Supardi, Etika & Tnggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Jakarta:SinarGrafika, 2006

, Hukum Agraria, Jakarta; Sinar Grafika, 2008

Tim Penyusun Kamus-Pusat Prmbinaan dan Pengembsangan Bahasa,Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1989

Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, Jakarta:Kencana, 2010

Van Wijik/Willem Konijnenbelt HD, Hoodstukken van Administratief Recht,Culembong,Utigeverij LEMMA BV, 1998

Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum Edisi Lengkap Bahasa Belanda,Indonesi, Ingris, Semarang: Aneka Ilmu, 1977

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1960 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Besrta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah

Jurnal dan Makalah

Ibrahim, R, Status Hukum Internasionaldan Perjanjian InternasionalDalam Hukum Nasional: Permasalahan Teoristik dan Praktik, MakalahDisajikan dalam Lokakarya Evaluasi IUU No.24 Tahun 2000 TentangPerjanjian Internasional, Diskusi Terbatas: Posisi Perjanjian Internasional Di Dalam Sistem Hukum Tata Negara, Kerjasama Departmen Luar Negeri Republik Indonesia Universitas Airlangga, Surabaya, 18 Oktober 2008

Philipus M. Hadjon, Eksistensi dan Fungsi Penjabat Pembuat Akta Tanah(PPAT) serta Figur Hukum Akta PPAT, Makalah Ceramah FakultasUNAIR Tanggal 22 Pebruari 1996

Wawan Setiawan, Kedudukan dan Keberadaan Serta Fungsi dan PerananPejabat Pembuat Akta aTanah Menurut Sistem Hukum Indonesia, Makalah Refreshing Up Grading Course INI, Jakarta, 1999

Internet

Habib Adjie, “Beda Karakter Yuridis Antara Notaris dan PPATâ€,diaksesdi:http://www.notarisppatindonesia@googlegroups.com, pada 3 Januari 2020

Kesupelan, Persahabatan, Persaudaraan, Saling Menghormati, Keramahtamahan, Keserasian, http://id.w3dictionary.org/PPAT, diakses pada tanggal 20 Mei 2020, pukul 21.35 WIB.

Downloads

Published

2021-02-07

Issue

Section

Article