THE POSITION OF THE MARRIAGE GUARDIAN FROM IMAM ABU HANIFAH'S PERSPECTIVE: NORMATIVE STUDY AND LEGAL IMPLICATIONS

Authors

  • Gusti Rian Saputra State Islamic University Sunan Kalijaga Yogyakarta

Abstract

The phenomenon of "forced marriage" carried out by marriage guardians is an interesting study to research. The majority of madhhab priests view that the presence of a marriage guardian is obligatory and constitutes harmony in marriage. Only Imam Abu Hanifah does not require the presence of a marriage guardian at a marriage. Problems arise when marriage guardians intervene excessively, thus taking over a woman's rights in making her marriage decisions. This article attempts to further explore Imam Abu Hanifah's views and their implications in viewing the position of marriage guardian which is different from the views of school imams in general. This research is a qualitative research. The approach used is a legal normative approach. This type of research is library research, the main data source comes from various books and journals which discuss Imam Abu Hanifah's opinions. The results of the research show that according to Imam Abu Hanifah, marriage guardians are not included in the pillars of marriage. According to him, the presence of a guardian in a marriage is not an obligation and does not affect the validity of a marriage. Imam Abu Hanifah believes that adult women have reason and wisdom in making decisions, including representing themselves in marriage.

Keywords: Views, Imam Abu Hanifah, marriage guardian, normative, legal implications.

Fenomena “kawin paksa” yang dilakukan oleh wali nikah menjadi kajian yang menarik untuk diteliti. Mayoritas imam mazhab memandang bahwa kehadiran wali nikah wajib hukumnya dan menjadi rukun dalam perkawinan. Hanya Imam Abu Hanifah saja yang tidak mewajibkan kehadiran wali nikah dalam perkawinan. Permasalahan muncul ketika wali nikah melakukan intervensi berlebih, sehingga mengambil alih hak bagi seorang perempuan dalam membuat keputusan perkawinannya. Artikel ini mencoba untuk mendalami lebih lanjut pandangan Imam Abu Hanifah tentang kedudukan wali nikah beserta implikasinya yang berlainan dari pandangan imam mazhab pada umumnya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Pendekatan yang digunakan yakni pendekatan normatif hukum. Jenis penelitian ini library research, sumber data utama berasal dari berbagai buku dan jurnal yang membahas tentang pendapat Imam Abu Hanifah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut Imam Abu Hanifah, wali nikah tidak termasuk dalam rukun nikah. Menurutnya, kehadiran wali dalam suatu perkawinan bukanlah suatu kewajiban dan tidak mempengaruhi keabsahan suatu perkawinan. Imam Abu Hanifah memandang bahwa perempuan dewasa mempunyai akal dan kebijaksanaan dalam mengambil keputusan, termasuk mewakili dirinya sendiri dalam perkawinan.

 

Kata kunci: Pandangan, Imam Abu Hanifah, Wali Nikah, Normatif, Implikasi Hukum.

Published

2024-05-27

How to Cite

Saputra, G. R. (2024). THE POSITION OF THE MARRIAGE GUARDIAN FROM IMAM ABU HANIFAH’S PERSPECTIVE: NORMATIVE STUDY AND LEGAL IMPLICATIONS: . Jurnal Ilmiah Ahwal Syakhshiyyah (JAS), 6(1), 99–120. Retrieved from https://riset.unisma.ac.id/index.php/JAS/article/view/21572