TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAKUKAN NOTARIS-PPAT DALAM MENJALANKAN KEWENANGAN JABATANNYA

Authors

  • Agus Santoso Kantor Notaris-PPAT Sulasiyah Amini, SH, MH.

DOI:

https://doi.org/10.33474/hukeno.v4i1.6448

Abstract

 

Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 mengatur tentang semua kewenangan dari notaris untuk membuat ataupun mengkonstatir kepentingan para pihak dalam suatu akta autentik. Akta notaris merupakan akta otentik dimana notaris menerima data formil dari para pihak yang dijadikan alat bukti oleh para penyidik baik kepolisian maupun kejaksaan untuk melakukan penyidikan suatu perkara untuk mencari data materiel dalam suatu permasalahan hukum yang terjadi. Jika notaris tidak berhati-hati, teliti dan memahami dampak hukum dalam pembuatan akta dan salah dalam membuatnya, 100 akta yang dibuat 99 benar dan 1 salah, maka akan menjeratnya dalam perkara hukum (korupsi). Keberadaan MKN yang menggantikan peran dari MPD dalam memberikan persetujuan atau menolak permintaan penyidik yang hendak memanggil dan memeriksa notaris dalam proses peradilan belum bisa banyak membantu untuk melindungi notaris dari jeratan hukum karena kedudukan atau upaya hukum dari MKN tidak diatur secara tegas dalam suatu peraturan perundang-undangan. Notaris harus menerapkan prinsip kehatian-hatian dan menjaga kode etik dalam menjalankan kewenangan jabatannya dalam membuat akta otentik agar tidak terjerat tindak pidana korupsi.

Kata Kunci: korupsi, kewenangan, notaris, akta otentik

 

Article 15 of Law Number 2 of 2014 regulates all authority of a notary to make or state interests of the parties in an authentic deed. Notary deed is an authentic deed in which the notary receives formal data from the parties that is used as evidence by investigators both the police and the attorney to conduct a case investigation to look for material data in a legal problem that occurs. If the notary is not careful, thorough and understands the impact of the law in making a deed and gets wrong in making it, 100 deeds made 99 right and 1 wrong, it will ensnare him in a legal case (corruption). The existence of MKN which replaces the role of MPD in giving approval or rejecting requests from investigators who want to summon and examine a notary in the judicial process has not been able to help much to protect the notary from legal snares because the position or legal remedy of the MKN is not explicitly regulated in a statutory regulation. . The notary must apply the precautionary principle and maintain the code of ethics in carrying out the authority of his position in making an authentic deed so that it is not caught in a criminal act of corruption.

Keywords: corruption, authority, notary, authentic deed

References

Buku

Abdulkadir Muhammad.2006. Etika Profesi Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Bambang Waluyo.2002. Penelitian Hukum dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika.

Habib Adjie, 2014. Hukum Notaris di Indonesia, Bandung: PT Refika Aditama.

__________, 2015. Penafsiran Tematik Hukum Notaris di Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung.

Maria S.W. Sumardjono.2001. Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi,Jakarta: Kompas.

Soerjono Soekanto.1986. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Peraturan Perundang-undangan

Peraturan Menteri Hukum dan Hak asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris

Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Internet

http://wartahukum.net/2018/10/notaris-natalia-christiana-akhirnya-ditetapkan-sebagai-tersangka/, Diakses pada tanggal 22 Nopember 2018, jam 22.45 WIB.

Downloads

Published

2020-03-07

Issue

Section

Article